Prof. Freddy Permana Zen : Fisikiawan Anti Atheis

Sudah biasa jika seorang fisikiawan adalah seorang atheis. Tapi lain halnya dengan Freddy Permana Zen, Fisikiawan asal Indonesia ini justru mengaku semakin lama mendalami fisika ia semakin dekat dengan Sang Maha Pencipta.


Aula Universitas Kyoto dipenuhi para Fisikiawan. Suasana hening karena Stephen Hawking, sang maha guru fisika asal Inggris, sedang memberikan ceramah. Hawking menjelaskan bahwa alam semesta terbentuk dengan spontan akibat fluktuasi quantum. Mendengar uraian Hawking semua orang terdiam, tapi tidak dengan Freddy. Ia justru mempertanyakan pendapat Hawking itu dan meminta bukti, karena menurutnya alam semesta ini ada yang menciptakan. Ternyata Hawking hanya diam, tidak dapat menjawab. "Audiens yang lain sih diam saja, mereka kan gak perduli dengan agama" ujar pria kelahiran Pangkalpinang, 11 Maret 1961 ini. Freddy memang selalu mengaitkan fisika dengan agama, "agama dan fisika itu tidak bisa dipisahkan sama sekali, kalau dipisahkan sekalipun pasti keliru" ujarnya.


Suka Fisika Karena Orang Tua
kecintaan Freddy kepada fisika mulai tumbuh sejak kecil. Ketika itu oranguanya sering memberikan buku-buku cerita mengenai para tokoh dunia,diantaranya Einstein, fisikiawan terkenal dunia. dan BJ. Habibie, yang saat itu mulai terkenal dengan prestasinya dibidang teknologi pesawat terbang. Para tokoh itu membuat Freddy mulai tertarik dengan fisika sehingga di sekolah fisika adalah salah satu pelajaran favoritnya.

Ketika kelas tiga SMA ia dan keluarganya pindah ke Jogjakarta. Di kota ini ketertarikan Freddy kepada dunia fisika semakin menjadi. Setiap pulang sekolah Freddy selalu menyempatkan diri mampir ke toko buku loakan. Buku yang paling sering ia cari adalah buku fisika.


Karena ketertarikannya pada fisika, ketika mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, Freddy memilih tiga jurusan fisika di tiga universitas berbeda, "kalau tidak masuk tiga-tiganya, ya sudah saya ngak kuliah", ujar anak dari pasangan M. Yusuf Zen dan Sumiarsih ini enteng. Tapi kemudian ia diterima di ITB, impiannya untuk belajar fisika dengan lebih dalampun tercapai.

Menginjak tahun kedua, Freddy memutuskan untuk menikah dengan Rini S. Somad. Setahun kemudian ia dikarunia anak pertama, Andalucya S.Zen. Untuk memenuhi kebutuhan ruamah tangganya ia memberikan les privat. Walau begitu, jenjang S.1 dilewatinya dengan lancar hingga lulus pada bulan Oktober 1985, "Saat itu, saya sering menatap wajah anak saya, kehadirannya semakin mendorong saya untuk belajar sungguh-sungguh agar lulus dengan cepat" kenangnya. Ia melanjutkan belajar fisika ke jenjang S.2, masih di ITB dan lulus pada bulan Oktober tiga tahun kemudian dengan tesis Open Bosonic String Theories and the Desceription of the Particles. Tak lama setelah menyabet gelar S.2-nya, Freddy ditawari beasiswa S.3 ke Jepang. Tak pikir panjang iapun mengambil kesempatan emas itu, dan berangkatlah ia ke negeri matahari terbit itu. Sesampainya di negeri Sakura, Freddy malah ditawari untuk  mengambil S.2 lagi. Karena ingin belajar dan melakukan penelitian lebih lama, iapun kembali mengambil S.2 fisika di Hiroshima University.

Ada satu pengalaman menarik ketika ia pertama kali bertemu dengan supervisiornya, Prof. Kazuo Fujikawa. Awal bertemu sang profesor tidak begitu yakin dengan kemampuan dan keseriusan Freddy, alasannya karena ia dari Indonesia, muslim pula. "Orang Indonesia memang dipandang sebelah mata dalam ilmu pengetahuan, apalagi fisika teori", ujar mantan ketua Indonesia Student Association in Japan ini. Dalam pertemuannya, pertama sang profesor  memberikan tugas kepada Freddy,, iapun mengerjakan tugas itu dengan baik. Setelah itu barulah sang profesor mempercayai kemampuan dan keseriusann Freddy.


Maret 1991 ayah dua anak ini menyelesaikan S.2-nya, kemudian melanjutkan ke jenjang S.3 di universitas yang sama dan lulus pada bulan Maret tiga tahun kemudian dengan disertai "Gravitasional Scattering in (2+1)-Dimensional Quantum Gravity".

Kini Freddy mengabdi di almamaternya, Departemen Fisika ITB sebagai dosen. Disamping itu ia juga sering diundang untuk mengisi pelatihan fisika, baik untuk pelajar maupun pengajar fisika. Dalam pelatihan itu Freddy berusaha menjadikan fisika menarik bagi para pelajar dan para pengajar dapat mengajar fisika dengan metode yang menyenangkan, "selama ini fisika diajarkan terlalu teoritis, padahal fisika itu sangat dekat dengan kehidupan, jadi seharusnya banyak dikaitkan dengan fenomena sehari-hari agar anak didik tertarik mempelajari fisika", ia menjelaskan panjang lebar. Harapannya fisika menjadi ilmu yang banyak diminati dan mudah dipelajari.


Kepada anak-anaknya ia juga seringkali menggunakan pendekatan fisika dalam mengenalkan Allah. Umpamanya ia menjelaskan mengenai bagaimana pohon tumbuh, sementara manusia hanya menyiramnya, tapi kemudian pohon itu dapat tumbuh dengan  bagus, padahal manusia tidak pernah mengatur bentuknya, yang mengatur itu Allah, "Anak-anak justru lebih mudah menerima seperti itu" ujar bapak dua anak ini. Yang menarik, walaupun Freddy sangat menggilai fisika tapi dari kedua anaknya ini tidak ada satupun yang memilih fisika. Oleh karena itulah ia berpesan pada anak-anaknya agar mereka minimal menyumbang satu orang cucu yang memilih fisika, "karena saya punya buku-buku fisika yang  banyak, sayang kalau tidak ada yang meneruskan" ujar anak kelima dari sembilan bersaudara ini sambil tersenyum.

  • Fisikiawan Sarat Prestasi

Freddy adalah fisikiawan langka di Indonesia. Karena dari sedikit fisikiawan yang dimiliki negeri ini tidak semua konsisten menekuni fisika, kebanyakan sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Lain halnya dengan Freddy, ia tetap konsisten menggeluti fisika dan melakukan penelitian-penelitian. Tak heran jika kini ia telah menulis ratusan lebih artikel mengenai fisika teori yang dimuat di berbagai jurnal internasional.


Menurutnya, dari seluruh artikelnya yang berjudul "University of the Matrix model Approach to 2-Dimensional Quantum Gravity" yang dimuat di Morn Physics Letters pada tahun 1991. Berkesan karena tulisan ilmiahnya itu adalah tugas pertama dari profesor Fujikawa. Disamping itu penyelesaian artikel itupun lumayan seru. Setelah melalui perenungan barulah ia ingat bahwa ia pernah membuang satu suku kecil. Dan ternyata memang suku kecil itulah yang membuat penelitiannya selalu salah. "Makanya kita jangan meremehkan hal-hal kecil dan harus kerja keras yang di barengi dengan berdo'a", ujar suami Rini S. Somad ini.

Ia juga telah menulis dua buah buku mengenai fisika teori, "Selected Topic in Theoretical Physics: Two Dimensional Quantum Gracity and Conformal Field Theory" dan "Superstring Theory, D-Brane and Cosmology".
Karena prstasinya dibidang fisika teori, Freddy telah mendapatkan beberapa penghargaan, di antaranya Satyalancana Wira Karya dari Presiden RI pada tahun 2003, Science Research and Innovation Award dari Universitas Putra Malaysia tahun 2005 dan Habibie Award pada tahun 2006.


Menurut Freddy, semua prestasi yang telah ia raih bukanlah semata hasil kerja kerasnya. Banyak pihak lain yang sangat berperan,, di antaranya orang tua dan guru-gurunya, karena menurutnya, tanpa mereka kita tidak bisa apa-apa. "karena saya muslim dari awal saya percaya bahwa ini semua kehendak Allah." tegas Freddy yang kini mengabdi di almamaternya, Departemen Fisika ITB.

  • Makin Percaya Allah

Menurut Freddy, dengan mempelajari fisika lebih dalam, ia semakin mempercayai keberadaan Allah. Misalnya, penemuan chip komputer. Menurutnya, teknolgi itu harus benar-benar dengan ukurannya, harus persis, sedikit saja berbeda, tidak jadi. Dan itu sesuai dengan ayat yang menyatakan bahwa Allah menciptakan dunia ini dengan ukuran dan timbangannya.

Selain itu menurut Freddy, hal-hal rumit di dunia tidak mungkin ada dengan sendirinya, pasti ada yang menciptakan, dan yang menciptakan itu harus yang Maha Pintar. Orang membuat robot yang menyerupai manusia, kata Freddy, sudah dikagumi. Ini yang menciptakan menusianya, harusnya jeuh lebih dikagumi.
Oleh karena itu, kepada mahasiswanya ia mengarahkan agar dengan mempelajari fisika mereka lebih dekat dengan Tuhannya. Itu sudah kewajiban saya, kata Freddy. Justru jika belajar fisika tidak dikaitkan dengan agama itu salah. "Dampaknya orang bisa jadi atheis," tegas mantan Asisten Deputi di Departemen Riset dan Teknologi ini.

Dalam mempelajari fisika, Freddy mempuyai prinsip, jika penemuan fisika itu bertentangan dengan Al-Qur'an, maka itu pasti salah.

Sekalipun Freddy hobi fisika, tapi idolanya bukan Einstein, Hawking, Newton, atau para fisikawan hebat lainnya. "Idola saya Nabi Muhammad SAW, jika tokoh fisika semuanya sama saja, mereka manusia biasa, pasti pernah melakukan kesalahan juga," ujar lelaki murah senyum ini.

Kedepan ia bercita-cita mendirikan sebuah lembaga penelitian dibidang fisika meski sulit diwujudkan. "Sekarang ini, negara kurang perduli terhadap ilmu," kata anggota Group Fisikiawan teoritis Indonesia ini beralasan. (Dwi Budiman/Suara Hidayatullah).

sumber: http://majalah.hidayatullah.com/?p=1145http://waduuh.blogspot.com/2009/10/prof-freddy-p-zen-profile.htmlhttp://dwisri.multiply.com/journal/item/2

1 Response to "Prof. Freddy Permana Zen : Fisikiawan Anti Atheis"

  1. Unknown Says:

    Salut buat bapak freddy..selaku muridnya. Saya bangga dengan bapak. Walau baru diajar selama 1 semester

Posting Komentar

Terimakasih telah beratisipasi atas blog kami, kami akan terus memberikan yang terbaik untuk pembaca lainnya